My Read Lists

Senin, 08 April 2013

Don't You Remember-Part 3


Ara membuka mata. Mengerjapkanpandangannya yang silau karena sinar lampu, hanya putih yang dilihatnya. Jarijemarinya bergerak-gerak perlahan, Nathan tak percaya dengan apa yang dirasakantangannya saat menggenggam tangan Ara.

“Ara! Ara, kamu bangun. Tante!” Nathansegera memanggil Tante Widya, lalu berlari mencari dokter.

“Ara, kamu sudah sadar nak?” Tante Widyamenghambur ke kamar rawat, menangis bahagia, tidak menyangka Ara telah sadar.Ara mengangguk lemah. Kepalanya terasa sakit, berdenyut-denyut. Ingin rasanyadia segera beranjak dari tidurnya, namun dia merasa lemah sekali, tidakmemiliki sedikitpun tenaga.

Dokter dan dua suster menghambur masukke kamar rawat Ara, “Ibu bisa menunggu di luar dulu sementara pasien kamitangani.” Seorang suster mempersilakan Tante Widya meninggalkan kamar. “Tante,Ara udah sadar.” ekspresi Nathan begitu bahagia. “Iya Than, kamu ngomong apaaja sampe Ara bisa sadar?” Tante Widya mengusap air mata yang sebelumnyamembanjiri wajahnya.

“Nathan cuma ngomong Ara mau sampe kapanbiarin Nathan ngomong sendirian terus tante. Nathan bener-bener lepas kendalitadi, semua yang Nathan rasain Nathan ungkapin semua ke Ara. Mungkin Ara dengerdan akhirnya sadar. Kita berdoa aja tante, semoga kondisi Ara baik-baik aja.”ucap Nathan optimis.

“Iya Than, semoga aja kondisi Ara nggakada masalah.” Tante Widya mengintip dari kaca pintu kamar, cemas melihat doktersedang memeriksa mata Ara dengan senter.

Dokter sepertinya telah selesaimemeriksa kondisi Ara, para suster juga telah mencatat apa saja yang dokterperintahkan. Mereka keluar dari kamar rawat Ara, “Padahal baru beberapa jamtadi saya memberitahukan kondisi pasien tidak menunjukkan perkembangan yangsignifikan. Namun tiba-tiba saja tingkat kesadarannya pulih dengan cepat. Sayaucapkan selamat.”

“Terimakasih Dok, bagaimana kondisiAra?” Tante Widya masih cemas. “Kami akan lakukan pemeriksaan lebih lanjut besok,sementara pasien memulihkan kesadarannya terlebih dahulu. Sejauh ini keadaanpasien baik, ibu tunggu saja hasil pemeriksaan selanjutnya.” jawaban daridokter melegakan. “Terimakasih Dok.” ucap Tante Widya dan Nathan hampirbersamaan.

Mereka berdua segera masuk dan melihatkondisi Ara, “Sayang, ini mama.” Tante Widya menggenggam tangan Ara. Ara belumbisa merespon dengan baik, dia hanya bisa memandang, lalu mengedipkan matanyadengan perlahan. “Mungkin Ara masih butuh istirahat tante.” kata Nathan. TanteWidya mengangguk, membiarkan Ara beristirahat untuk memulihkan tenaganya.

Keesokkanharinya…

Cahaya matahari menyeruak menyinari kamarrawat Ara saat Tante Widya membuka gorden jendela, Ara mengerjapkan matanya,merasa silau. Tante Widya membereskan tempat tidur untuk penunggu pasien yg diatempati, lalu menghampiri Ara. “Selamat pagi sayang, gimana? Masih pusing?” Aramengangguk perlahan. “Ya udah, istirahat aja dulu. Sebentar lagi dokter ke sinibuat periksa kamu, mama mandi dulu ya.” Tante Widya berlalu meninggalkan Ara kekamar mandi.

Ara berusaha menggerakkan tangannya,dilihatnya dengan seksama jarum infus yang masih menempel. Disapukan seluruhpandangannya, hanya ada tembok yang putih. Terdengar pintu kamar terbuka,dilihatnya seorang laki-laki berkacamata mendekatinya. Lalu membelai lembutkeningnya, “Selamat pagi Ara sayang.” yang kemudian mengecup keningnya.

“Hari ini kamu mesti CT-Scan, jangantakut ya sayang. Semua akan baik-baik saja.” Ara mengangguk, lalu dengan sekuat tenaga dia berusaha mengucapkansesuatu. Namun begitu, laki-laki dihadapannya tidak dapat mendengar denganjelas, kemudian mendekatkan wajahnya.

“Kkka… mu.. ssii..a..pa..?” ucap Araterbata-bata.

Tante Widya keluar dari kamar mandi danmendapati Nathan telah ada di dalam kamar. “Tante.” Nathan memandangnya denganpandangan nanar. “Kenapa Than?”

“Ara.. nggak inget siapa Nathan.” wajahNathan begitu muram. Tante Widya kaget saat Nathan menceritakan apa yang barusaja dia dengar. Saat memandang Ara pun, pandangan Ara terlihat bingung. Taklama kemudian, dokter dan para suster datang menjemput Ara dan segeramembawanya untuk melakukan beberapa pemeriksaan lanjutan.
Sepeninggal Ara, Nathan masih belum bisamenerima kenyataan. “Apa kamu yakin Ara nggak inget sama kamu Than?” TanteWidya memastikan. “Ara emang ngomongnya terbata-bata tante, tapi Nathan dengerdengan jelas, Ara nanyain Nathan tuh siapa. Berarti Ara nggak inget siapaNathan kan tante?”

“Mungkin Ara masih shock, jadikesadarannya belum bener-bener pulih. Kamu yang sabar ya, setelah pemeriksaanlanjutan ini pasti semuanya akan kembali normal. Sekarang kamu berangkat kerjadulu gih, ntar kalo ada apa-apa tante kabarin kamu.” Tante Widya berusahamenenangkan. Nathan hanya mengangguk lemah, dan berlalu meninggalkan kamarrawat Ara.

Setelah melakukan beberapa pemeriksaanlanjutan seperti CT-Scan, sistem saraf juga motorik, Ara tidak selemahsebelumnya. Dia tidak lagi merasa kepalanya berdenyut-denyut, alat pendeteksidetak jantung serta beberapa selang yang terpasang juga sudah dilepas. Anggotatubuhnya masih berfungsi sebagaimana mestinya, hanya saja Ara masih belumdiperbolehkan untuk berjalan sehingga masih menggunakan kursi roda. Kepalanyapun masih dibebat perban.

“Nah, gimana perasaanya Ara?” tanyadokter setelah melakukan terapi sistem motorik. “Baik dok.” jawab Ara singkat.

“Sekarang kamu umur berapa?” dokter kembali bertanya.

“Sembilan belas tahun.”

“Lalu sekarang tahun berapa?”

“Dua ribu sembilan.” Dokter hanyamenganggukkan kepalanya.

“Baiklah, cukup dulu untuk hari ini, Ara bisaistirahat kembali. Suster, tolong antar pasien kembali ke kamarnya.” perintahdokter, si suster hanya mengangguk tanda mengerti dan mengantarkan Ara kekamarnya.

Sementara Ara masih diurus oleh suster,Tante Widya diminta segera menemui dokter yang memeriksa Ara, karena adabeberapa hal yang perlu dibicarakan. “Silakan masuk bu, silakan duduk.” doktermempersilakan Tante Widya saat membuka pintu.

“Kami telah melakukan pemeriksaanCT-Scan, sistem saraf dan motorik Ara, dan hasilnya hampir seluruh anggotatubuhnya masih berfungsi dengan baik. Namun begitu, kami akan terus melakukanterapi agar fungsi motorik tubuh Ara bisa kembali normal lagi.” doktermemberitahukan kondisi Ara pasca pemeriksaan. “Syukurlah kalau seperti itu. Ohhya dok, ada hal yang ingin saya tanyakan.” ucap Tante Widya.

“Silakan bu.”

“Begini dok, tunangan Ara bilang padasaya bahwa Ara tidak ingat siapa dirinya. Apa mungkin Ara masih shock hinggabelum bisa mengingat orang-orang disekelilingnya?” Dokter mengangguk tandamengerti,”Hal ini pula yang ingin saya bicarakan bu. Apa Ara pernah mengalamikecelakaan yang melibatkan benturan di kepala?”

“Iya pernah dok, sekitar lima tahun yanglalu. Ara pernah jatuh di kamar mandi, terus kepalanya terbentur ubin. Ada apadok?” Tante Widya kebingungan.

“Ara mengalami amnesia retrograde. Dimana Ara terperangkap pada ingatan sebelum kecelakaan tersebut. Ketika Aramembentur dashboard cukup keras, dia mengalami trauma yang lebih hebat daripadabenturan yang sebelumnya.  Yang Ara tahubahwa dia sekarang pada tahun dua ribu sembilan, dan dirinya berusia sembilanbelas tahun. Ara tidak dapat mengingat semua kejadian setelah kecelakaan dikamar mandi tersebut, sehingga untuk orang-orang mungkin baru saja hadirsetelah kecelakaan tersebut, dia tidak dapat mengingatnya.” jelas dokterpanjang lebar.

“Apa ada kemungkinan bagi Ara untukmengingat semuanya dok?”

“Ada, hanya saja harus melalui prosesyang cukup lama. Karena Ara harus bertemu dengan orang-orang atau peristiwayang bisa mengembalikan ingatannya. Namun perlu saya ingatkan, tolong janganmemaksakan Ara untuk dapat mengingat dengan cepat. Karena sedikit saja adatekanan pada saraf memorinya akan membuat ingatan Ara tidak dapat kembalisecara permanen. Jadi benar-benar harus telaten dan sabar.”

“Baik dok, terimakasih.” Tante Widyapamit meninggalkan ruangan dokter tersebut. Saat kembali menuju kamar rawatAra, Tante Widya berpapasan dengan Nathan di depan pintu lift. Tante Widyamemahami sorot mata kesedihan Nathan, bagaimana mungkin dia tidak sedihmengetahui Ara tidak ingat padanya. Tante Widya hanya bisa membelai lembutpundak Nathan, menahan diri untuk segera mengatakan apa yang dokter sampaikansaat itu juga.

-bersambung-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar